Syare'at, Thariqot, Hakekat dan Ma'rifat
Takwa adalah tempat bermuaranya semua kebahagiaan. “Takwa” merupakan ibarat tentang menjalankan semua perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh rasa ta’dzim, juga takut kepada-Nya, karena tak ada satu dzat pun yang patut untuk ditakuti selain-Nya.
Untuk ibarat itu, seorang hamba harus menggunakan metode yang tepat sehingga, ia akan “mudah” mencapai ketakwaan (sejati). Syaikh Zainuddin memaparkan bahwa untuk mencapai derajat ketakwaan sejati, seorang hamba terlebih dulu harus memahami tentang SYARIAT.
Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya.
Untuk melaksanakan syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah (al-Qur’an) dan RasulNya (al-Hadits) sehingga hasilnya akan sama. Dua hal tersebut (al-Qur’an dan al-Hadits) menjadi sumber acuan utama dalam semua produk hukum dalam Islam, yang selanjutnya menjadi madzhab-madzhab dalam berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan oleh para ulama dengan memperhatikan atsar para shahabat, ijma’ serta qiyas.
Empat pilar syariat tersebut harus benar-benar dipahami dengan baik oleh seorang hamba. Selanjutnya, untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah menjadi hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan THARIQAT.
Thariqot merupakan implementasi syariat, yakni cara/ metode yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalankan syariat Islam, sebagai upaya pendekatannya kepada Allah SWT. Bahasa mudahnya, syariat adalah hukum dan thariqah adalah praktek/ pelaksanaan dari hukum itu sendiri. Dengan kontinuitas tanpa lelah, mempelajari dan menggali kandungan syariat serta mengamalkanya dengan metode yang benar (thariqatullah) serta ikhlas semata-mata karena ingin mendapatkan ridha Allah SWT, maka ibadah akan menjadi berisi. Pada fase inilah, seorang hamba akan benar-benar sampai di depan pintu gerbang tujuan, tersingkapnya hijab-hijab pada pandangan hati seorang salik (hamba yang mengadakan pengembaraan batin) sehigga dia mengerti dan menyadari akan sebuah HAKIKAT.
Hakikat dirinya selaku seorang hamba dan Tuhannya selaku al-Khaliq . Pun dengan istiqamah pula, hamba tersebut akhirnya akan bisa sampai pada derajat MA’RIFAT.
Ma'rifat sebagai tujuan akhir pengembaraannya (wushulilallah). Tujuan dan cita-cita ibadah para ‘ arifiin ini jauh lebih tinggi. Mereka bukan hanyamenginginkan ampunan dan ridha Allah, tetapi juga ingin menggapai kedudukan yang terdekat dengan al-Khaliq. Inilah yang dikatakan ketakwaan yang sejati, bahwa tidak ada tujuan lain dalam hidup kecuali Allah SWT semata, tidak ada rasa takut dan sedih kecuali bergesernya tingkat ketakwaan yang bisa menjauhkan dari Sang Khaliq.
Oleh karenanya, setiap hembusan nafas adalah hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir [35] : 28). Ulama dimaksud tentu bukan ulama suu’, yang hanya mencari kenikmatan dan derajat dunia pemberian manusia. Tapi ulama yang dimaksud adalah mereka yang telah mempunyai pengetahuan hakiki tentang diri dan Tuhannya (ma’rifa billah). Walhasil, bahwa Syariat, Thariqat, Hakikat dan Ma’rifat adalah semacam akumulasi jalan menuju ketakwaan sejati. Syaikh Zainuddin membuat tamsilan, jika dalam sebuah pelayaran, maka Syariat adalah perahu/ kapal yang digunakan untuk mengarungi lautan. Sang juru kemudi/ nahkoda harus lihai mengemudi dalam berbagai kondisi (Thariqat). Bagaimana seharusnya kapal dioperasikan ketika ombak besar, agar tetap terarah dan terhindar dari batu karang, dsb. Hingga, dengan pengetahuan, kelihaian, juga kesabaran menghadapi badai dan rintangan, ia akan sampai pada tujuan utama dalam pelayarannya yaitu meraup intan permata (Hakikat dan Ma’rifat) yang tak tenilai harganya. Wallahu a’lam
Komentar
Posting Komentar